Selamat Datang

SELAMAT DATANG DI BLOGGER PENDIDIK MINGKRIK

Kamis, 06 Maret 2014

10 Cara Mengatasi Anak Marah

Reaksi marah pada anak sangat beragam, namun yang sangat sering ditampilkan anak adalah kemarahan yang bersifat Agresif, tindakan yang langsung ditujukan pada orang lain atau objek lain. Bisa berupa reaksi fisik atau verbal, bisa tempertantrum, mengigit, menendang dan lain-lain. Bisa juga marah yang tertahan dan dikendalikan maka reaksi yang dimunculkan berupa menarik diri atau bersikap masa bodoh.

Menekan dan menyimpan marah dapat menyebabkan masalah yang bisa jadi lebih berbahaya. Namun seiring usia perkembangana anak, maka anak akan dapat mengendalikan dirinya, dengan cara mengontrol dan melampiaskan pada cara yang tepat dan produktif. Hal yang wajar dan biasa ketika anak pra sekolah mengekspresikan dirinya dengan cara marah sebagai tanda mencurahkan gejolak jiwanya sebagai protes terhadap perilaku atau sesuatu yang tidak dapat diterimanya.

Berikut tips mengatasi marah pada anak:

1. Bantulah anak mengendalikan emosinya saat Anda mengajarkan cara-cara yang bisa diterima untuk mengemukan amarah.

2. Pada balita dan anak pra sekolah, Anda bisa mengatakan pada anak Anda bahwa perasaannya sah-sah saja

3. Anak prasekolah yang berpikir tentang hal-hal sihir akan khawatir bahwa pikiran jelek tentang seseorang akan menjadi kenyataan setelah marah berlalu, berikan pelukan hangat sehingga anak dapat mengatasi kemarahannya.

4. Dengan anak yang lebih tua, katakana “saya tidak mau bicara denganmu ketika kamu berteriak atau bersumpah serapah” cara ini akan memberi contoh yang baik dalam mengekspresikan emosi.

5. Hitunglah sampai sepuluh dan katakanlah, mengapa kamu sangat marah.

6. Menetralkan marah dan menyegerakan berdiskusi bersama anak.

7. Buatlah pertemuan keluarga dan revisilah peraturan rumah yang dapat membuat anak marah dan frustasi karena peraturan tersebut.

8.Sebaiknya juga berdiam diri atau berpindah tempat ketika sedang marah.

9.Latihlah dengan sabar apa yang anda ajarkan pada anak.

10.Tetap tenang dan tidak menuruti keinginan anak, jika Anda ingin memberikan nasihat lakukan ketika anak sudah tenang.

Semoga Bermanfaat.

sumber: www.pendidikankarakter.com

Senin, 24 Februari 2014

Mengapa Anak TK Tak Boleh Diajari Calistung?



Pertanyaan bpk ANH:
Apa dengan tidak mengajarkan ke anak (Calistung) di usia emas nya itu berarti memanjakankan anak yang memiliki kemampuan akademisnya…..
Kita khan bisa menyelipkan huruf-huruf atau angka-angka dalam proses bermain anak. Kalau mereka mampu kenapa tidak diteruskan (kemampuan otak anak juga berbeda-beda ada yang mudah nangkap dan ingatannya tajam dan ada juga yang tidak khan Bu…..)
Jawaban:
Jadi begini Pak, kami menyadari bahwa mayoritas orang Indonesia itu tdk memahami perkembangan otak anak, hal itu mengakibatkan para ortu salah mengasuh dan para guru salah mendidik. Dan apa akibatnya dr masalah itu?
Kita bisa lihat orang tua yg seharusnya sdh dewasa bertingkah spt anak-anak. Banyak. Contoh gampangnya oknum anggota DPR/pejabat kita yth. Tingkahnya persis anak TK. Kerja nggak bener tp minta imbalan lebih, nggak dikasih ma rakyat tapi malah ngelunjak.
Contoh ke-2, kita lebih banyak mencetak insan bermental pegawai bukan visioner, bukan pakar/ahli dibidang masing-masing, bukan orang-orang yg bermental pengusaha pembuka lowongan kerja. Rakyat Indonesia tdk suka mengambil resiko kegagalan, pilih jd pegawai krn tenang mendapat gaji bulanan tp ketika di PHK kelabakan nggak punya keterampilan.
Contoh ke-3, kita terbiasa mengapresiasi rangking teratas (5/10 besar), nilai sempurna (80-100) kita jarang mengapresiasi kerja keras mereka dalam belajar. Padahal ada anak yg sudah belajar mati2an tapi mereka tetep gak dpt nilai bagus gak dapet rangking krn kemampuan mereka tdk sama dan bakat mereka pun beda-beda. Akibatnya? ketika UN sekolah melakukan kecurangan diamini oleh ortu (sdh terjadi bukan?) Kalau anak-anak kita terbiasa dihargai kerja kerasnya bukan angka atau nilainya semata, mereka pasti menolak disuruh curang, karena mereka PD dengan hasil usaha belajarnya sendiri, tapi nyatanya…banyak anak-anak itu yg melaksanakan perintah memalukan itu. Dan kita sekarang pun memiliki  pahlawan cilik kejujuran segala.
Para ahli otak di dunia termasuk di Indonesia semacam Indonesian Neuroscience Society sdh lama melakukan penelitian bahwa: otak anak-anak itu belum berkembang sempurna(matang) hingga dia berusia 20-25th! stlh sempurna baru mereka dianggap yg namanya “Dewasa”. Bayangkan!
Otak kita dibagi 3: batang otak (diatas leher), limbik (kepala bg belakang), dan pre frontal cortex/PFC (kepala bag depan/di jidat). Perkembangan ketiganya itu pun sesuai dng urutan diatas. Jd PFC itulah yg terakhir berkembang dng sempurna dan yg menandakan seseorang mjd dewasa.
Kita pasti sdh familiar dengan kisah Rosulallah yg ketika mengimami sholat beliau sujudnya lamaaaa sekali. Lalu para sahabat bertanya: “kenapa lama? apakah Rosulallah sedang menerima wahyu dr Allah SWT?” Rosul menjawab:”tidak, cucuku tadi menaiki punggungku”. Jd beliau menunggu sampai cucunya turun dr punggungnya. Beliau tdk memberi isyarat pd cucunya unt turun. Tak spt kita, kalau kita paling dicubit itu anak hahaha.. benar bukan?
Apa yg kita petik dr kisah diatas? Rosul lebih mementingkan/mendahulukan cucunya yg sedang bermain-main ketimbang ibadahnya! Subhanallah…!
Dan apa hubungan kisah diatas dengan perkembangan otak?
Sambungan otak anak-anak itu belum sempurna, otak mereka baru siap menerima hal2 kognitif pada usia 7-8 th. Sebelum usia itu, dunia mereka yg pantas adalah hanya bermain, bermain dan bermain. Dan mereka PUN tidak boleh DIMARAHI. Allahuakbar! Sebelum ada ahli otak yg meneliti, Rosulallah sudah menerapkan hal itu pada cucunya!
Lalu apa akibatnya kalau masa-masa usia bermain mereka direnggut untuk belajar hal-hal yg kognitif? –> Dewasanya kelak mereka bertingkah spt anak kecil: suka mengurung burung demi kesenangannya sendiri, sakit-sakitan karena ingin diperhatikan orang-orang sekitarnya, spt oknum anggota DPR/ pejabat yg saya tuliskan di atas, korupsi demi kepentingan diri sendiri/keluarga/golongan dan tdk merasa bersalah malah ngeles terus di pengadilan, dan sikap kekanakan lainnya
Kalau kita ingin membuktikannya, ada ciri-ciri yang mudah kita lihat bahwa perkembangan otak anak-anak belum siap untuk menerima hal-hal kognitif :
(1) ketika kita membacakannya sebuah cerita/dongeng mereka akan meminta kita mengulanginya lagi, lagi dan lagi. Kita yg tua sampai bosen tp dia tak pernah bosen mendengar cerita kesukaannya itu diulang-ulang berkali-kali berhari-hari.
(2) mereka yg antusias belajar membaca lalu bisa, tapi mereka tidak paham dengan apa yg mereka baca.
Silahkan dipraktikkan.
Kalau mereka hari ini minta dibacakan cerita A besok minta cerita B besoknya lagi C esok lagi D dan kalau mereka sdh paham dengan apa yg dibacakan, artinya otak mereka sdh siap menerima hal-hal yg kognitif.
Lalu apa yg seharusnya kita ajarkan pada mereka (0-7/8th)?
1. JANGAN DIMARAHI
2. TIDAK DIAJARKAN MEMBACA, MENULIS, MENGHITUNG.
3. Bermain role playing; memahami bahasa tubuh, suara dan wajah; berbagi hal yg memberikan pengalaman emosional, field trip, mendengarkan musik, mendengarkan dongeng,
4. Bahkan, anak usia 0-12th pengasuhan dan pendidikannya ditujukan untuk membangun emosi yang tepat, empati, (mood & feeling)
 Jadi, aturan pemerintah tentang usia masuk SD harus minimal 7th itu bukan tanpa alasan.
Tentu boleh-boleh saja menyelipkan angka dan huruf, tapi tidak belajar membaca dan menulis dan menghitung.
Mudah nangkep & ingatannya tajam atau tidak bukanlah ukurannya.
Bagaimana dengan tidak mengajarkan anak calistung diusia emas diartikan kita memanjakan anak? wong dia belum bisa mikir itu sudah waktunya dipelajari atau belum :) Usia emas itu jualannya susu Formula Pak.. :) Usia emas semestinya kita artikan sebagai masa-masa tumbuh kembang anak yg paling pas untuk kita tanamkan budi pekerti dan akhlak yg mulia.
Slogan TK: bermain sambil belajar, belajar seraya bemain JANGAN diartikan dng BELAJAR calistung.
Para peneliti otak diseluruh dunia sepakat bahwa PFC seorang anak belum siap untuk dijejalkan hal2 yg kognitif. Apa akibat dr pemaksaan terhadap hal2 kognitif?
- membuat anak tidak mampu menunjukkan emosi yg tepat.
- kendali emosi (intra personalnya terganggu)
- sulit menunjukkan empati.
Sudah banyak ortu yg mengeluhkan: anak-anaknya ketika masih usia dini sangat antuasias belajar CALISTUNG lalu ortunya merespon dengan memberikan porsi lebih banyak entah mengajari sendiri secara intensif atau memasukkannya ke les privat calistung dan ujung-ujungnya datang pada satu masa anak-anak itu bosan lalu akhirnya mogok belajar mogok sekolah. mereka menjadi malas. Itu terjadi karena otaknya yg terforsir sudah kelelahan. Bahkan ada yg saat mau ujian malahan blank, nggak bisa mikir sama sekali.
Tenang, Pak… kita hanya perlu waktu 3 bulan untuk melatih seorang anak bisa metematika, namun diperlukan waktu lebih dari 15 tahun untuk bisa membuat seorang anak mampu berempati, peduli teman dan lingkungan serta memiliki karakter yang mulia untuk bisa menciptakan kehidupan yang lebih baik. Ini sudah terbukti.
Jadi sudah sangat jelas alasan saya tidak setuju dengan diadakannya lomba calistung untuk anak TK dan sederajat di Madrasah kita, ahh belum lagi efek kejiwaan yg dihasilkan pd anak-anak itu karena mengikuti aneka perlombaan terlalu dini apalagi calistung. 
Wassalam.
Sumber: http://yani.widianto.com/
*Lampiran Surat Edaran Dirjen Mandikdasmen tentang larangan Calistung pada PAUD dan larangan ujian/tes untuk masuk SD. Silahkan di download. Bisa ditunjukkan pada sekolah yg memberlakukan syarat tes calistung untuk masuk SD dan sederajat.