“Tidak ada anak yang bodoh, yang ada hanya anak yang tidak menemukan
guru yang tepat untuk mengembangkan potensinya”. Kira-kira begitulah
ucapkan Yohanes Surya. Beliau telah berhasil mengantarkan siswa-siswa
beprestasi secara internasional. Begitu pula ucapan Ibrahim Bafadal, “
tidak ada siswa yang bodoh, yang ada hanya guru yang tidak bisa
mendidik. Tidak ada guru yang tidak bisa mendidik, yang ada hanya kepala
sekolah yang tidak memimpin”. Saya tulis kembali ungkapan tersebut
karena saya menpunyai pemahaman bahwa urusan pokok dari pendidikan
adalah profesionalitas guru.Tentunya, secara konseptual guru
profesionalitas menpunyai banyak karakteristik. Bagi orang tua siswa
rasanya cukup untuk mengetahui fenomenanya. Pada tulisan sebelumnya,
saya telah mengutip hasil survey litbang kompas mendapat gambaran
mengenai guru bertipe mediocre dengan kemampuan pas-pasan yang
cenderung satu arah dan belum kreatif ”menerjemahkan” KTSP (Kompas.com, 7
Mei 2013). Pada tulisan itu juga, saya menyebutnya sebagai burnout
sebuah keadaan kelelahan mental dengan ciri kedap (inersia)
terhadap perubahan atau sebutlah guru “gosong”. Fenomena mediocre atau
guru dengan kemampuan biasa biasa saja itu dapat dipaparkan seperti
dibawah ini.