Info Terkini
Selamat Datang
Sabtu, 27 April 2013
CONTOH BERITA ACARA INVENTARISASI FISIK BMD
PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG
UNIT PENGELOLA PENDIDIKAN
KECAMATAN PEMALANG
SEKOLAH DASAR NEGERI 01
PEGONGSORAN
BERITA ACARA INVENTARISASI FISIK
BARANG MILIK DAERAH ( BMD)
KABUPATEN PEMALANG
NOMOR : 021 / XII / 2012
Pada hari ini Jumat tanggal Tiga puluh satu bulan Desenber
tahun Dua ribu duabelas, berdasarkan
surat dari Sekretariat Daerah Nomor : 030
/ 3703/ DPPKAD perihal Invetarisasi Fisik Barang Milik Daerah, dengan ini
menyatakan telah melaksanakan Invetarisasi Fisik Barang Milik Daerah pada SKPD/
Unit Kerja SD Negeri 01 Pegongsoran per 31 Desember 2012, sebagaimana daftar
aset terlampir.
Demikian Berita Acara Invetarisasi Fisik Barang
Milik Daerah ini dibuat sesuai kebutuhan SKPD/ Unit Kerja dan ditandatangani
oleh Pengurus Barang dan diketahui oleh Kepala SD Negeri 01 Pegongsoran, pada
hari dan tanggal seperti tersebut di atas.
Mengetahui
Kepala SD
Negeri 01 Pegongsoran
SUMAR. S. Pd
NIP. 19570626 197701 1 004
|
Pengurus Barang
BUDIYONO, S.Pd.SD
NIP. 19650205 198806 1 002
|
Alamat : Jl. Sutawijaya No.10 RT 07 / RW 01 Desa
Pegongsoran
Menulis Puisi Bebas
Kamu diajak untuk menulis puisi bebas dengan pilihan kata yang tepat.
1.
Puisi Bebas
Puisi bebas adalah puisi yang tidak terikat
oleh rima, irama serta penyusunan larik,
bait dan suku kata.
2
Menulis Puisi Bebas
Menulis puisi itu mudah. Untuk dapat menulis
puisi, kamu harus menentukan
gagasan pokok atau ide. Kemudian, gagasan
pokok atau ide tersebut dikembangkan
dengan pilihan kata yang tepat dan menarik.
Coba kamu perhatikan puisi di bawah ini.
Pahlawan
Bersama dengan
kerasnya
batu kapur kota pacitan
Diiringi dengan
terjalnya
jalan setapak di
perbukitan
Kau nyalakan
semangat gerilya bangsa
Mengangkat tombak
mengukir angkasa
Walau sakit-sakitan
Bukan menjadi
rintangan
Semangatmu membara
Menghalau penjajah
bangsa
Namamu erat di hati
rakyat
Jasamu tak terbayar
dengan karat
Sumber:
Bobo, edisi 26, 1997.
Mari Berlatih
Cobalah menjawab pertanyaan berikut ini dengan
benar di buku latihanmu.
1. Apa makna kata "mengukir
angkasa"?
2. Berikanlah kata pengganti yang tepat untuk
kata "Namamu erat"!
3. Apa maksud "Menghalau penjajah"?
4. Apa maksud "Namamu erat di hati
rakyat"?
5. Apa arti "Jasamu tak terbayar dengan
karat"?
Aku Pasti Bisa
Sekarang, kamu bisa membuat sebuah puisi
tentang "Kepahlawanan". Puisi yang telah
kamu buat dapat kamu salin di buku latihanmu.
Selasa, 16 April 2013
JANGAN PERNAH MENYESAL BERTINDAK JUJUR
Cahaya bulan menyusup remang-remang melalui celah-celah tirai jendela kamarku. Seolah ingin bersaing dengan cahaya lampu yang menerangi kamar ini.
Tapi aku duduk di depan sebuah buku harian usang yang telah setahun lamanya tak pernah terbuka. Di situlah tersimpan sebuah kenangan berharga yang tak pernah kulupakan selamanya. Dan sekarang, aku akan berbagi kisahku padamu. Semua itu dimulai ketika pertemuanku dengan seorang….
* * *
Siang ini terik matahari yang panas membakar kulit kami. Aku dan Felis melipat tangan kami di depan dada dengan raut muka kesal.
“Huh! Awas saja, nanti kalau sudah sampai di rumah, akan kupecat supir-supir tidak berguna itu! Masa anak bos dibiarkan menunggu berpanas-panasan begini sih?”, keluhku dengan mimik serius. Seluruh wajahku merah padam akibat menahan emosi.
“Iya, nih! Bisa mati gosong aku!”, imbuh Felis ketus. “Sudahlah, Sya! Lagipula mereka kan, memang orang miskin! Mereka itu enggak ngerti apa-apa dan enggak selevel dengan kita! Huh! Kampung!”, ejek Felis lagi-lagi.
Tiba-tiba sebuah mobil mewah berwarna hitam mengkilap melaju cepat dari arah timur dan berhenti tepat di depan kami. Seorang lelaki paruh baya keluar dan membukakan pintu untuk kedua majikannya yang amat sangat marah dengan keterlambatan itu.
“Maaf, Non. Tadi saya disuruh….”
“Hei, orang kampung! Udah deh, nggak usah sok membela diri!”, teriakku keras. “Kamu sengaja kan, telat jemput kita? Heh? Awas kamu, ya! Nanti aku laporin sama Ayah, biar kamu dipecat!”
Laki-laki itu tampaknya sangat tertegun akan sikapku. Matanya berkaca-kaca mendengarkan kemarahanku. Begitu perih terasa hingga merasuk sampai ke sumsum tulang. Namun rasa sedih itu masih bisa ditahannya dengan seulas senyum dan kata-kata yang seharusnya tak mungkin dikatakannya pada saat seperti itu.
“Baik, Non. Saya janji tidak akan lagi telat menjemput Nona Lisya dan Nona Felisia.”
Aku dan Felis naik ke mobil dengan wajah angkuh yang menghiasi muka kami. Tanpa memperdulikan perasaan lelaki paruh baya itu yang begitu sedih.
Tapi aku duduk di depan sebuah buku harian usang yang telah setahun lamanya tak pernah terbuka. Di situlah tersimpan sebuah kenangan berharga yang tak pernah kulupakan selamanya. Dan sekarang, aku akan berbagi kisahku padamu. Semua itu dimulai ketika pertemuanku dengan seorang….
* * *
Siang ini terik matahari yang panas membakar kulit kami. Aku dan Felis melipat tangan kami di depan dada dengan raut muka kesal.
“Huh! Awas saja, nanti kalau sudah sampai di rumah, akan kupecat supir-supir tidak berguna itu! Masa anak bos dibiarkan menunggu berpanas-panasan begini sih?”, keluhku dengan mimik serius. Seluruh wajahku merah padam akibat menahan emosi.
“Iya, nih! Bisa mati gosong aku!”, imbuh Felis ketus. “Sudahlah, Sya! Lagipula mereka kan, memang orang miskin! Mereka itu enggak ngerti apa-apa dan enggak selevel dengan kita! Huh! Kampung!”, ejek Felis lagi-lagi.
Tiba-tiba sebuah mobil mewah berwarna hitam mengkilap melaju cepat dari arah timur dan berhenti tepat di depan kami. Seorang lelaki paruh baya keluar dan membukakan pintu untuk kedua majikannya yang amat sangat marah dengan keterlambatan itu.
“Maaf, Non. Tadi saya disuruh….”
“Hei, orang kampung! Udah deh, nggak usah sok membela diri!”, teriakku keras. “Kamu sengaja kan, telat jemput kita? Heh? Awas kamu, ya! Nanti aku laporin sama Ayah, biar kamu dipecat!”
Laki-laki itu tampaknya sangat tertegun akan sikapku. Matanya berkaca-kaca mendengarkan kemarahanku. Begitu perih terasa hingga merasuk sampai ke sumsum tulang. Namun rasa sedih itu masih bisa ditahannya dengan seulas senyum dan kata-kata yang seharusnya tak mungkin dikatakannya pada saat seperti itu.
“Baik, Non. Saya janji tidak akan lagi telat menjemput Nona Lisya dan Nona Felisia.”
Aku dan Felis naik ke mobil dengan wajah angkuh yang menghiasi muka kami. Tanpa memperdulikan perasaan lelaki paruh baya itu yang begitu sedih.
Langganan:
Postingan (Atom)