Selamat Datang

SELAMAT DATANG DI BLOGGER PENDIDIK MINGKRIK

Sabtu, 16 November 2013

Problema Anak Berbohong

Seorang ibu merasa kewalahan menghadapi puteranya yang berusia 9 tahun yang suka berbohong. Sang anak sering sekali berbohong bahkan untuk hal-hal kecil sekalipun. Ia berbohong tentang nilai ulangan hariannya, ia berbohong tentang siapa yang memecahkan pot bunga saat bermain bola, ia berbohong saat hendak pamit les, dan lain sebagainya. Sang ibu merasa sudah mengajarkan nilai kejujuran pada anaknya, bahkan sering memarahinya jika ketahuan bohong, tapi tidak nampak tanda-tanda anak ini mau berubah. Lalu, harus bagaimana?

Tidak diragukan lagi bahwa berbohong adalah sebuah perilaku tercela yang bisa menjadi kebiasaan apabila tidak ditangani sedini mungkin. Para pendidik, khususnya orang tua harus mencurahkan perhatian dan melakukan upaya-upaya perbaikan dari kebiasaan berbohong ini agar tidak menjadi kebiasan buruk yang mengakar kuat dalam diri seorang anak.

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebaikan, dan kebaikan menghantarkan ke dalam surga. Tidaklah seseorang berbuat jujur hingga Allah mencatatnya sebagai orang yang selalu jujur. Dan berbohong itu membawa kepada kejelekan, dan kejelekan itu menghantarkan ke dalam neraka. Sungguh seseorang terbiasa bohong hingga Allah mencatatnya sebagai seorang pembohong.” (HR. Bukhari No. 6094, Muslim No. 2607)

Anak-anak memang tidak dilahirkan dengan kode moral. Moralitas adalah sesuatu yang dipelajari oleh seorang anak dalam tumbuh kembangnya secara bertahap dari tahun ke tahun. Dan perilaku berbohong adalah salah satu dari tahapan tersebut.

Dalam tumbuh kembangnya, anak-anak belajar tentang aturan-aturan sosial. Mereka belajar bahwa dalam kehidupan ini ada yang dinamakan khayalan, kebohongan, dan kenyataan. Dan umumnya, perilaku berbohong ini muncul dalam diri anak ketika ia mulai bisa bicara.

Rentang usia 4 sampai 9 tahun, anak-anak masih banyak hidup dengan khayalan-khayalan mereka. Mereka belum bisa membedakan yang mana khayalan dan mana kenyataan. Mereka sering beranggapan bahwa binatang bisa bicara layaknya manusia, mereka mengira bahwa hantu dan monster itu benar-benar ada, mereka yakin bahwa kartun-kartun animasi itu benar-benar hidup dan menjadi teman mereka. Dan sering kali mereka menempatkan diri mereka menjadi bagian dari khayalan tersebut.

Setelah usia 9 tahun, anak-anak mulai memahami aturan “tidak boleh berbohong”. Mereka mulai memahami bahwa sesuatu yang bukan sebenarnya itu berarti berbohong. Namun mereka masih memilah dan memilih, atau mempertimbangkan kapan mereka bisa berbohong atau tidak. Dalam artian, mereka belum benar-benar faham bahwa berbohong itu tercela. Karena ada kebutuhan lain yang lebih penting bagi mereka, yaitu kebutuhan untuk diterima dengan baik oleh suatu kelompok sosial tertentu.

Alasan Mengapa Anak Berbohong

Berikut ini ada beberapa alasan mengapa anak-anak berbohong :

Senin, 11 November 2013

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Anak

Prestasi belajar di sekolah sangat dipengaruhi oleh kemampuan umum kita yang diukur oleh IQ, IQ yang tinggi meramalkan sukses terhadap prestasi belajar. Namun IQ yang tinggi ternyata tidak menjamin sukses di masyarakat

Dalam rangka Seminar Sehari tentang Faktor-faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar Anak dan Kurikulum Berbasis Komputensi di Sekolah Dasar

1. Pengaruh Pendidikan dan Pembelajaran Unggul

Seorang secara genetis telah lahir dengan suatu organisme yang disebut inteligensi yang bersumber dari otaknya. Struktur otak telah ditentukan secara genetis, namun berfungsinya otak tersebut menjadi kemampuan umum yang disebut inteligensi, sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan lingkungannya (Semiawan, C, 1997).Pada kala bayi lahir ia telah dimodali 100 - 200 milyar sel otak dan siap memproseskan beberapa trilyun informasi. Cara pengelolaan inteligensi sangat mempengaruhi kualitas manusianya, tetapi sayang perlakuan lingkungan dalam caranya tidak selalu menguntungkan perkembangan inteligensi yang berpangaruh terhadap kepribadian dan kualitas kehidupan manusia. Ternyata dari berbagai penelitian bahwa pada umumnya hanya kurang lebih 5% neuron otak berfungsi penuh (Clark, 1986).

Lingkungan pendidikan dan berbagai pusat pelatihan serta tempat kerja kita kini juga dipengaruhi oleh lingkungan global yang merupakan berbagai pengaruh eksternal dalam dinamika berbagai aspek kehidupan di dunia, Lingkungan global yang mengadung pengertian tereksposnya kita oleh kehidupan komunitas global menuntut adaptasi masyarakat kita pada kondisi global dan pada gilirannya menuntut adaptasi individu untuk bisa bertahan di masyarakat di mana ia hidup.

Interface antar berbagai stimulus lingkungan melalui interaksi untuk mewujudkan aktualitasasi diri individu secara optimal dalam masyarakat di mana ia hidup dan juga aktualisasi daerah pada masyarakat yang lebih luas, nasional maupun global, inilah yang harus menjadi perhatian pengelola ataupun atasan atas perlakuan subjek SDM, dalam hal kita, para guru dalam perlakuannya terhadap peserta didik. Interaksi yang terjadi dalam prilaku anak-anak kita. Namun secara reciprocal (timbal balik) perlakuan yang diterjadikan adalah cermin kehidupan masyarakat di mana ia hidup.

Menghadapi era global di masa yang akan datang, diharapkan kesadaran tentang reformasi pendidikan memenuhi kondisi masa depan yang dipersyaratkan (necessary condition to be fullfield). Kurun waktu milenium ke 3 dari proses kehidupan manusia sudah berjalan, dan abad ke-21 serta abad ke-22 ini bukan saja merupakan abad-abad baru, melainkan juga peradaban baru. Hal ini dikarenakan betapapun mengalami krisis moneter, Indonesia akan terkena juga oleh restrukturisasi global dunia yang sedang berlangsung. Restrukturisasi dunia, yang terutama ditandai oleh berbagai perubahan dalam bidang ekonomi, sosial, politik dan aspek kehidupan lain, mempengaruhi setiap insan manusia, laki, perempuan, anak di negara berkembang maupun di negara maju, tidak terkecuali negara Indonesia, dan terutama berdampak terhadap orientasi pendidikan.

2. Perkembangan dan Pengukuran Otak

Sebagaimana tadi dikatakan, maka cara penggunaan sistem kompleks dari proses pengelolaan otak ini sebenarnya sangat menentukan inteligensi maupun kepribadian dan kualitas kehidupan yang dialami seorang manusia, serta kualitas manusia itu sendiri. Untuk meningkatkan kecerdasan anak maka produksi sel neuroglial, yaitu sel khusus yang mengelilingi sel neuron yang merupakan unit dasar otak, dapat ditingkatkan melalui berbagai stimulus yang menambah aktivitas antara sel neuron (synaptic activity), dan memungkinkan akselerasi proses berfikir(Thompsn, Berger, dan Berry, 1980 dalam Clark, 1986). Dengan demikian inteligensi manusia dapat ditingkatkan, meskipun dalam batas-batas tipe inteligensinya.

Secara biokimia neuron-neuron tersebut menjadi lebih kaya dengan memungkinkan berkembangnya pola pikir kompleks. Juga banyak digunakan berkembangnya aktivitas "Prefrontal cortex" otak, sehingga terjadi perencanaan masa depan, berfikir berdasarkan pemahaman dan pengalaman intuitif, Prefrontal cortex yang terutama tumbuh pada ketika anak berumur duabelas sampai enambelas tahun mencakup juga kemampuan melihat perubahan pola ekstrapolasi kecendrungan hari ini ke masa depan; regulasi diri serta strategi "biofeedback" dan meditasi; berfikir sistem analisis;yang merupakan aspek-aspek bentuk tertinggi kreativitas serta memiliki kepekaan sosial, emosional maupun rasional (Goodman, 1978, dalam Clark, 1986). Sifat-sifat manusia ini banyak terkait dengan sifat-sifat inisiatif dan dorongan mencapai kemandirian dan keunggulan.

Otak dewasa manusia tidak lebih dari 1,5 kg, namun otak tersebut adalah pusat berfikir, perilaku serta emosi manusia mencerminkan seluruh dirinya (selfhood), kebudayaan, kejiwaan serta bahasa dan ingatannya. Descartes pusat kesadaran orang, ibarat saisnya, sedangkan badan manusia adalah kudanya. Meskipun kemudian ternyata, bahwa perilaku manusia juga dipengaruhi oleh ketidaksadarannya (freud dalam Zohar, 2000:39), kesadaran manusia yang oleh Freud disebut rasionya merupakan kemampuan umum yang mengontrol seluruh perilaku manusia. Berbagai penelitian kemudian membuktikan bahwa kemampuan rasional tersebut biasa diukur dengan IQ (Intelligence Quetient). Meskipun kini terbukti bahwa orang memiliki lebih dari satu inteligensi menurut teori Gardner ada 8 (teori Multiple Intelligence), ukuran yang disebut IQ mengukur kemampuan umum yang bersifat tunggal masih sering dipakai untuk menandai kemampuan intelektual dan prestasi belajar. Ternyata bahwa otak tersebut masih menyimpan berbagai kemungkinan lain.

"Celebral Cortex" otak dibagi dalam dua belahan otak yang disambung oleh segumpal serabut yang disebut "corpus callosum". Belahan otak kanan menguasai belahan kiri badan, sedangkan belahan otak kiri menguasai belahan kanan badan. Respons, tugas dan fungsi belahan kiri dan kanan berbeda dalam menghayati berbagai pengalaman belajar, sebagaimana seorang mengalami realitas secara berbeda-beda dan unik. Belahan otak kiri terutama berfungsi untuk merespons terhadap hal yang sifatnya linier, logis, teratur, sedangkan yang kanan untuk mengembangkan kreativitasnya, mengamati keseluruhan secara holistik dan mengembangkan imaginasinya. Dengan demikian ada dua kemungkinan cara berfikir, yaitu cara berfikir logis, linier yang menuntut satu jawaban yang benar dan berfikir imaginatif multidimensional yang memungkinkan lebih dari satu jawaban.