Hari Pendidikan Nasional selalu jatuh setiap tanggal 2 Mei tiap
tahunnya. Namun apakah Anda tahu sejarahnya mengapa tanggal ini dipilih ?
Tanggal 2 Mei sejatinya adalah hari kelahiran Ki Hadjar Dewantara ,
beliaulah yang dianggap sebagai pahlawan yang memajukan pendidikan di
Indonesia,berkat jasa beliau Perguruan Taman Siswa berdiri,suatu lembaga
pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk
bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun
orang-orang Belanda. Ki Hadjar Dewantara juga suka menulis , banyak
tulisannya yang sangat tajam terutama menyindir Belanda , salah satunya
adalah Als Ik Eens nederlander Was ( Seandainya Aku Seorang Belanda )
yang salah satu petikannya adalah sebagai “Sekiranya aku seorang
Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di
negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan
jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, tetapi juga tidak pantas untuk
menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu.
Pikiran untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka
dan sekarang kita garuk pula kantongnya. Ayo teruskan penghinaan
lahir dan batin itu! “Kalau aku seorang Belanda” Apa yang menyinggung
perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa
bangsa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu pekerjaan yang ia
sendiri tidak ada kepentingannya sedikitpun“. Karena tulisannya
tersebut Ki Hajar Dewantara dibuang ke pulau Bangka namun dipindahkan ke
Belanda karena pembelaan Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesumo ,
sepulangnya ke Indonesia Ki Hadjar Dewantara membangun Nation aal
Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) pada 3
Juli 1922 yang menjadi awal dari konsep pendidikan nasional. Ki
Hadjar Dewantoro akhirnya meninggal pada 28 April 1958 dan Pemerintah
menetapkan tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional sejak tahun
1959 sebagai penghargaan atas jasa-jasanya di bidang pendidikan.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya , oleh
karena itu mari kita menghayati Hari Pendidikan Nasional ini dengan
sebaik-baiknya
Awal Berdirinya Ruang Pendidik INS Kayutanam
Dari berbagai tempat datang permintaan supaya Angku M. Syafei
mendirikan sekolah yang dicita-citakanya itu. Di Jakarta mendapat
dukungan dari M.Thamrin dengan partainya, Kaum Betawi, Pastor Wabbe yang
memimpin perguruan katholik serta Budi Utomo, di Ambon di Makasar,
medan dan Ujung pandang. Sesudah dipertimbangkan maka pilihan jatuh
untuk mendirikan di Sumatera Barat (Minangkabau), yang menjadi faktor
pendorong adalah karena kebiasaan pemudanya yang suka merantau ketempat
lain.Tetapi di Minangkabau sendiri menghadapai berbagai kendala karena
disana sering terjadi pemberontakan dan udara politik yang hangat yang
dihidupkan kaum politik dan islam. Untuk mengatasi kendala itu
dibuatlah kerjasama dengan perkumpulan pegawai kereta api dan tambang
Ombilin yang dipimpin oleh ayahnya sendiri pada waktu di Sumatra Barat
yang mendapat kepercayaan penuh dari pemerintah Hindia Belanda.
Kerjasama itu berjalan dengan baik selama lebih dari 10 tahun , kemudian
karena beban sekolah itu sudah bertambah banyak dan tidak dapat
dipenuhi lagi oleh perkumpulan itu maka Tanggal 31 oktober 1926
diserahkan kepada M. Syafei untuk mengelolanya dengan tidak ada syarat
apapun. Ruang Pendidikan INS Kayutanam Kayutanam adalah sebuah
nama desa kecil di Sumatera Barat sedangkan INS sebuah lembaga
pendidikan yang tersohor dengan nama RP Indonesche Nederlandsche School
(Ruang Pendidikan INS) Kayutanam. RP INS kayutanam tahun 1926 memiliki
75 orang siswa terdiri atas dua kelas (1A dan 1B) dengan bahasa
pengantar bahasa Indonesia. Gedung sekolah RP INS Kayutanam dibangun
sendiri oleh siswa tahun 1927 terbuat dari bambu beratap rumbia.
Perkembangan selanjutnya INS yang sekarang berada di bawah tanggung
jawabnya diusahakan supaya berkembang lebih cepat dari sebelumnya. Atas
Jasa Dr.Sjofjan Rassat , pemimpin rumah sakit di Kayu Tanam dan pemimpin
urusan kesehatan pada perguruan INS pada tahun 1935 perguruan INS dapat
memakai tanah Erpacht seluas 8 hektar di desa pelabihan, yang berjarak 3
kilometer di luar Kayutanam. Sebelumya INS hanya menempati tanah seluas
1 hektar tetapi tanah itu telah penuh dengan kelas sehingga tidak dapat
menambah gedung , sedangkan masih banyak tempat belajar yang kurang
selain rumah guru dan asrama siswa.Tahun 1936 pemindahan dilakukan
berangsur-angsur dan pada bulan November 1936 murid-murid sudah dapat
belajar di Pelabihan Proses pemindahan dari Kayutanam ke Desa
Palabihan selesai pada tahun 1939. Kemajuan terus tercapai dengan
terbangunnya asrama dengan kapasitas 300 orang dan 3 perumahan guru,
dengan jumlah ,murid 600 orang, asrama dilengkapi dengan satu ruang
makan dan dapur, 1 restoran, 1 gedung koperasi, 1 lapangan tennis, 1
tempat berenang dan bersampan, 1 tambak ikan, taman bacaan, 1 tempat
bersenam, 1 ruang ibadah, 1 workshop (ruang teori dan praktek), 1
pesanggerahan, 1 ruang auditorium (teater dan paneran), 1 kebun
percobaan, 1 ruang peternakan, 2 buah rumah peranginan, 1 tribun
lapangan bola dengan kamar pakaian, ruang musik, 1 politeknik dan 8
ruang belajar Kolom renang disini dimaksudkan untuk menumbuhkan jiwa
watermindednes pada pelajar karena letak Indonesia yang dikelilingi oleh
lautan dihalaman depan INS di Pelabihan terdapat tanah seluas 20 hektar
milik R. Sjofjan Rassat yang kemudian diserahkan untuk pemeliharaan
ternak kerbau kolektif dan sawah-sawah serta pemerahan
susu.tumbuhan-tumbuhan disini mengenai getah ,kelapa dan buah-biahan
sedang dihalaman INS ditanami tanaman muda atau sayur.Pemeindahan dan
pembangunan INS menelan banyak biaya untuk keperluan itu Ibu Chalidjah
megizinkan menjual sebagian perhiasannya seharga enam ribu gulden. Untuk
membayar pelunasan dan biaya operasional INS ini diperoleh dari
berbagai kerajinan tangan siswa dan kreatifitas lainnya seperti dengan
menggelar Pertunjukan dengan tiket terjangkau, termasuk tidak menerima
subsidi dari pihak manapun termasuk dari pemerintah Belanda. Walaupun
sebenarnya pihak Belanda bersedia memberikan segala macam bantuan tetapi
semua bantuan itu dia tolak .Untuk engku M. Sjafei sendiri Belanda
berusaha untuk membujuk beliu dengan berbagai macam kedudukan seperti
menjadi asisten Lektor dalam Bahasa Indonesia di Universitas
Leiden,menjadi Hoofdredaktur pada balai pustaka, serta menjadi Ajunct
Inspektur pada pendidikan untuk anak-anak Bumiputra.Beliau lebih suka
pada perguruan sendiri walaupun sulit tetapi merdeka.Tahun 31 oktober
1941 M.Sjafei berhenti sebagai orang yang mempunyai perguruan tersebut
semua Inventarisnya diserahkan pada Nusa dan Bangsa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar